Pasang IKLAN BARIS GRATIS! DAFTAR | LOGIN


Meleburnya Rumah Lawas Pada Konsep Kiwari Hunian Klasik Gunawan & Tur Nastiti

    Gunawan & Tur Nastiti beserta kedua putrinya
    Fasad bangunan kolonial dengan sentuhan nuansa natural
    Teras depan bernuansa hangat
    Ruang makan bergaya simpel & terbuka
    Meja ‘angkringan’ sebagai tempat bersantai favorit

    Bukan hanya bentuk fisiknya yang unik, bangunan rumah bernuansa klasik pun penuh dengan makna filosofis. Pada arsitektur bangunan rumah bergaya klasik tersebut, seni arsitektur bukan sekedar pemahaman seni konstruksi rumah, namun juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini. Nampaknya hal tersebut yang ingin ditampilkan oleh pasangan suami istri, Gunawan dan Nastiti pada huniannya yang berada di daerah Bugisan, Kepatihan Taman Martani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Selain ingin mewujudkan rumah tinggal yang nyaman bagi keluarganya, pria yang mempunyai basic sebagai antropolog ini juga ingin menggali sisi historis dari bangunan peninggalan turun-temurun keluarga dari sang istri yang telah ada sejak tahun 1952 tersebut. “Sebenarnya rumah ini adalah rumah lawas peninggalan dari keluarga istri sejak dulu karena memang asal keluarga besar dari sini. Singkat cerita daerah ini diberi nama daerah Bugisan karena cikal bakal jaman dahulu di daerah ini adalah prajurit keturunan Bugis Makassar. Jadi istri saya merupakan generasi ke-7 dari keturunan-keturunan Bugis yang tinggal di tempat ini sebelumnya,” cerita Gunawan.

    Kesan rumah klasik dengan halaman depan yang cukup luas beralaskan tatanan batu berbentuk persegi berpadu dengan rumput hijau dan beberapa pohon perindang memberikan nuansa sejuk nan nyaman. Secara garis besar bentuk bangunan serta tata letak ruangan, bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 1200 m² ini masih mempertahankan desain aslinya. Area teras depan nampak begitu sederhana yang ditampilkan dari aksen bernuansa putih pada dinding, pintu utama, dan jendela rumah, serta table set klasik sebagai tempat bersantai di area teras. Pada bagian lantai teras nampak aplikasi tegel motif klasik bernuansa kecoklatan serta beberapa dekorasi tambahan seperti hiasan dinding dan lampu gantung yang semakin memperkuat konsep bangunan tersebut. “Sebenarnya area teras ini sudah mengalami sedikit perubahan. Dulunya agak sempit dan ada temboknya pendek. Kemudian kami memutuskan untuk menghilangkan temboknya dan sedikit memperluas dengan menambah sisi ke depan. Kalau tidak ada temboknya seperti sekarang kesan rumahnya jadi lebih terbuka dan lega,” imbuh pria yang berprofesi sebagai pengajar tersebut.

    Masuk menuju bagian dalam rumah yang difungsikan sebagai ruang tamu utama, kesan hangat terasa begitu kental dengan pemakaian furnitur klasik di dalamnya. Sebuah sofa set lawas dengan rangka berbahan kayu yang terletak tepat di tengah ruangan menjadi fasilitas utama di ruangan ini. Lantai yang mengaplikasikan ubin polosan semakin menambah nuansa rumah klasik yang diusung. Pada beberapa sudut ruangan nampak hiasan dinding berupa foto-foto keluarga dan karya seni hand writing dengan aksara jawa yang disusun rapi pada frame kayu, dipadukan dengan unsur pencahayaan yang tepat semakin membuat tamu yang datang betah berlama-lama di ruang tamu tersebut.

    Memasuki lebih ke dalam area rumah yang sempat mengalami proses renovasi pada tahun 2012 tersebut, nampak bahwa pemilik rumah ingin memaksimalkan sirkulasi udara di dalam rumah dengan meminimalisir adanya sekat dinding ruangan. Ruang keluarga dan area ruang makan didesain saling terhubung dengan adanya lubang besar yang sengaja dibuat pada dinding pemisah antara keduanya. Bagian pintu masuk hingga ke belakang dibuat sejajar sehingga hawa di dalam rumah menjadi lebih sejuk meskipun tanpa menggunakan air conditioner. “Dari dulu memang sengaja tidak mau pasang pendingin ruangan di rumah. Selain boros penggunaan energi listrik namun juga agar rumah ini lebih ramah lingkungan. Itu juga yang menjadi alasan saya untuk meminimalisir adanya sekat ruangan, yaitu agar udara di dalam rumah lebih sejuk,” ujar Gunawan.

    Konsep bangunan yang menarik justru terletak di bagian belakang area rumah. Pada area longkang dimanfaatkan sebagai area bersantai bagi keluarga dan kawan dekat dengan konsep semi outdoor. Lantai longkang tersebut mengaplikasikan batu bata ekspos yang ditata sedemikian rupa sehingga menampilkan desain nan unik. Beberapa benda-benda lawas peninggalan dari kakek nenek buyut juga nampak menjadi dekorasi area tersebut, seperti dandang penanak nasi lengkap dengan perapian berbahan gerabah, koper kuno, serta jerigen besi. Pada salah satu sudut area longkang, terdapat sebuah mini fountain dengan suara gemericik air yang menambah nuansa alami di area tersebut. Bangunan pada area tersebut menggunakan material kayu jati bekas bongkaran limasan lawas yang berusia lebih dari 60 tahun.

    Pada sisi samping longkang, terdapat sebuah area bersantai yang sering disebut angkringan oleh pemilik rumah. Sebuah meja kayu memanjang yang sekaligus menjadi satu dengan tempat duduk nampak menjadi tempat bersantai sembari mengobrol. Pada sisi lain area longkang juga terdapat sebuah table set bergaya klasik yang menjadi tempat favorit penghuni rumah untuk berkumpul sembari bersantai bersama keluarga. “Bisa dibilang area favorit kami adalah area belakang ini. Suasananya tenang namun tetap sejuk walaupun berada di dalam rumah karena bagian atapnya terbuka. Kalau ada teman-teman dekatnya bapak (Gunawan –red) datang juga mereka lebih suka ngobrol di meja yang sering disebut angkringan ini,” tambah Nastiti.

    Di area bagian belakang rumah ini juga terdapat bangunan baru yang letaknya berada pada lantai atas. Bangunan pada lantai atas lebih difungsikan sebagai ruang kerja suami-istri yang sama-sama berprofesi sebagai pengajar tersebut, merupakan hasil garapan Artha Hermawan, arsitek yang fasih dalam pengejawantahan konsep klasik. Konsep bangunan limasan dipilih menjadi desain ruangan kerja, dengan aksen dekorasi dinding berbentuk layaknya tembok yang biasa nampak di area Kraton Kasultanan Yogyakarta, dikombinasikan tampilan batu bata ekspos yang memberikan kesan hangat. Pada bagian dinding ruangan mengaplikasikan gebyok kayu jati lawas yang semakin memperkuat nuansa rumah Jawa pada area tersebut. Tepat pada tengah ruangan nampak table set bergaya klasik yang tertata rapi, berpadu dengan lantai tegel motif serta lampu gantung vintage menjadi dekorasi pelengkap yang mempercantik tampilan ruangan lantai atas. Farhan-red

    PARTNER
    Archira - Architecture & Interior    A + A Studio    Sesami Architects    Laboratorium Lingkungan Kota & Pemukiman Fakultas Arsitektur dan Desain UKDW    Team Arsitektur & Desain UKDW    Puri Desain